Sama
seperti Awal mula becak,
tak jelas juga kapan becak dikenal di Indonesia. Lea Jellanik dalam Seperti
Roda Berputar, menulis becak didatangkan ke Batavia dari Singapura dan Hongkong
pada 1930-an. Jawa Shimbun terbitan 20 Januari 1943 menyebut becak
diperkenalkan dari Makassar ke Batavia Akhir 1930-an. Ini diperkuat dengan
catatan perjalanan seorang wartawan Jepang ke berbagai daerah di Indonesia,
termasuk Makassar. Dalam catatan berjudul “Pen to Kamera” terbitan 1937 itu
disebutkan, becak ditemukan orang Jepang yang tinggal di Makassar, bernama
Seiko-san yang memiliki toko sepeda. Karena penjualan seret, pemiliknya memutar
otak agar tumpukan sepeda yang tak terjual bisa dikurangi. Dia membuat
kendaraan roda tiga, dan terciptalah becak.
Perkembangan
di Jawa
Becak
(dari bahasa Hokkien: be chia “kereta kuda”) adalah suatu moda transportasi
beroda tiga yang umum ditemukan di Indonesia dan juga di sebagian Asia.
Kapasitas normal becak adalah dua orang penumpang dan seorang pengemudi. Masuk
ke Indonesia] pertama kali
pada awal abad ke-20 untuk keperluan pedagang Tionghoa mengangkut barang. Di
tahun 1937, demikian tertulis dalam Star Weekly, becak dikenal dengan nama
"roda tiga" dan kata betjak/betja/beetja baru digunakan pada 1940
ketika becak mulai digunakan sebagai kendaraan umum.
Awalnya
pemerintah kolonial Belanda]
merasa senang dengan transportasi baru ini. Namun belakangan pemerintah
melarang keberadaan becak karena jumlahnya terus bertambah, membahayakan
keselamatan penumpang, dan menimbulkan kemacetan.
Jumlah
becak justru meningkat pesat ketika Jepang datang ke Indonesia pada 1942.
Kontrol Jepang yang sangat ketat terhadap penggunaan bensin serta larangan
kepemilikan kendaraan bermotor pribadi menjadikan becak sebagai satu-satunya
alternatif terbaik moda transportasi di kota-kota besar seperti Jakarta dan
Surabaya. Bahkan penguasa membentuk dan memobilisasi kelompok-kelompok,
termasuk tukang becak, demi kepentingan perang melalui pusat pelatihan pemuda,
yang mengajarkan konsep politik dan teknik organisasi.
Becak
dilarang untuk beroperasi di Jakarta karena alasan tidak manusiawi atas dasar
Perda 11 Tahun 1988, yang di dalamnya tercantum bahwa kendaraan resmi hanya
kereta api, taksi, bis, dan angkutan roda tiga bermotor.
Becak setelah berkembang di Batavia/Jakarta
kemudian berkembang ke Surabaya pada tahun 1940, Jawa Shimbun terbitan 20 Januari 1943 menyebut becak diperkenalkan
dari Makassar ke Batavia akhir 1930-an. Pasca perang, ketika jalur dan moda
transportasi kian berkembang, becak tetap bertahan. Bahkan ia menjadi
transportasi yang menyebar hampir di seluruh Indonesia. Pada pertengahan hingga
akhir 1950-an ada sekira 25.000 hingga 30.000 becak di Jakarta. Jumlah becak
membengkak dan pada tahun 1966 jumlah becak ada 160 ribu –jumlah tertinggi
dalam sejarah.
Gubernur Ali Sadikin mengeluarkan aturan mengenai
larangan total angkutan yang memakai tenaga manusia, membatasi beroperasinya
becak, dan mengadakan razia mendadak di daerah bebas becak. Kebijakan serupa
dilanjutkan oleh gubernur-gubernur berikutnya: Suprapto, Wiyogo Atmodarminto,
Suprapto, dan Sutiyoso. Becak dianggap biang kemacetan, simbol ketertinggalan
kota, dan alat angkut yang tak manusiawi. Di sisi lain, becak juga mulai
menghadapi pesaing dengan kehadiran ojek motor, mikrolet, dan metromini. Pada
1980, misalnya, pemerintah mendatangkan 10.000 minica (bajaj, helicak, minicar)
untuk menggantikan 150.000 becak. Pemerintah ketika itu memprogramkan para
tukang becak beralih profesi menjadi pengemudi kendaraan bermotor itu. Bahkan
pemerintah menggaruk becak dan membuangnya ke Teluk Jakarta untuk rumpon,
semacam rumah ikan. Karena sulit, Gubernur Suprapto sampai bilang: “becak-becak
akan punah secara alamiah.”
BECAK GOES
Becak yang dulunya merupakan suatu lahan/alat
untuk bekerja, ternyata sekarang alih profesi sebagai hiburan yang
dipersewakan. Seperti apakah itu ?
Banyak masarakat luas mencoba usaha menyewakan
Mobil Gowes atau di sebut juga Becak Cinta, karena modal kecil untung besar tak
perlu keluar rumah uang akan menghampiri hehe.. Becak Goes, beroperasi setiap
harinya, pagi sampai malem dengan tarif yang berbeda beda. Kebanyakan para
client lebih senang memakai di malam hari , karena terlihat lebih menarik
dengan adanya lampu-lampu, dari yang kecil, muda mudi, sampai ibu ibu, bapak
bapak kakek nenek tidak mau kalah. Tentunya dengan Mobil Goes yg menarik &
tampil beda akan disenangi para penyewanya kami Produsen yg banyak membuat
Mobil Gowes kususnya di kota kota jawa timur dan Sekitarnya jadi tdak diragukan
lagi Hasilnya.
Kelebihan :
1. Pengaturan Gear yang tepat sehingga ringan dikayuh meski
sendirian .
2. Adanya Pengaman Rantai & Demper .
3. Dilengkapi 2 Keranjang & 2 kaca Spion .
4. Disediakan Tempat Untuk Memasang tulisan banner .
5. Bonus Accu + Sound Full Musik & Lampu Kerlap Kerlip (Led) .
Prospek untuk usaha tambahan sangat
menguntungkan, tarif sewa Rp.15.000 - Rp.20.000 per/ Jam . Jika 1 hari yg
menyewa 8 kali tinggal hitung berapa yg di dapt dalam sehari tentu Rp.160.000,-
Inipun belum waktu hari libur . Kurang lebih 2-3 bln akan balik modal &
perawatan cukup mudah .
INILAH GAMBAR PERKEMBANGAN BECAK
1. Penarik becak berkebangsaan Tiongkok di kota Medan, 1936 |
2. Becak yang beroperasi didepan Kedutaan Inggris di Jakarta, 1986 |
![]() |
3. Penarik becak pada tahun 2000 an - sekarang |
![]() |
4. Becak goes yang dipersewakan |